Analisis
Keputusan Pemilihan Konstruksi Perkerasan Jalan
dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
(Studi Kasus di Dinas PU. Bina Marga Kab.
Lamongan )
Wateno Oetomo dan Dandoko
Hadi Susanto
Pernah muat di Jurnal EXTRAPOLASI
ISSN : 1693-8259, Volume : 04 No.
01 Juni 2011
(Jurnal Ilmiah Teknik Sipil
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)
Abstrak
Dalam Perencanaan infrastruktur konstruksi
perkerasan jalan, Pengambilan Keputusan (Decision Making) dalam pemilihan konstruksi perkerasan jalan tidak
cukup hanya mempertimbangkan
faktor-faktor parameter perencanaan konstruksi perkerasan jalan seperti :
fungsi jalan,kinerja perkerasan(pavement performance),umur rencana,lalu lintas
yang merupakan beban dari perkerasan jalan,sifat tanah dasar, kondisi lingkungan, dan faktor lainnya. Akan menjadi persoalan yang rumit dan komplek,
bila pengambilan keputusan(Decision Making)
dalam pemilihan perencanaan konstruksi perkerasan jalan, dihadapkan pada
beberapa pilihan alternatif konstruksi jalan dan kriteria-kriteria yang harus
dipertimbangkan, meskipun
kriteria tersebut tidak masuk dalam variabel parameter rumus-rumus perencanaan
konstruksi jalan,dan harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan,
sehingga tujuan, kualitas
dan hasil akhir dari perencanaan dan pelaksanaan proyek
peningkatan/rehabilitasi jalan di Dinas PU. Bina Marga Kabupaten Lamongan dapat
tercapai dan diharapkan semua pihak pemangku kepentingan (Stakeholder). Berdasarkan hasil
analisis kriteria-kriteria yang menjadi bahan pertimbangan terkait pengambilan
keputusan dan kebijakan dalam pemilihan jenis konstruksi perkerasan
jalan di
lingkungan Dinas PU.Bina Marga Kabupaten Lamongan, adalah:Kompetensi Penyedia
Jasa/Kontraktor, Jenis material yang akan digunakan sebagai material pondasi
(base course), Kemampuan Dana Anggaran/Biaya, Methode
Kerja/Pelaksanaan, Pengendalian dan Pengawasan,dan terakhir Pasca Pelaksanaan konstruksi. Dengan
menggunakan teori perhitungan
perencanaan konstruksi perkerasan jalan yaitu: Metode Analisa Komponen
SKBI, tahun 1987, Metode Analisa ZTVE StB dari Jerman, tahun 1994, dan Metode
Giroun-Han dari USA, tahun 2004, dan dengan menggunakan data variable
perencanaan yang sama yaitu :Data lalu
lintas(LHR),Tingkat pertumbuhan lalu - lintas, Daya dukung tanah dasar(CBR),
Beban Maksimum Sumbu Terberat(MST), dan umur rencana konstruksi ,dapat
dihasilkan alternatif-alternatif konstruksi perkerasan jalan yang dapat
diterapkan di Dinas PU. Kab. Lamongan,alternatif konstruksi perkerasan jalan tersebut
adalah: Laston _Urugan Agregat, Laston _Urugan Pedel semen(Soil Cement), CBC_Urugan material pilihan (deltu), Laston_Urugan Agregat_Lapisan
Geotextile ,Laston _Urugan Pedel semen( Soil Cement) Lapisan Geotextile. Dengan memakai Metoda Analytic Hierarchy
Process (AHP), dengan data responden yang memiliki latar belakang pendidikan
Teknik Sipil dan telah berpengalaman dibidang perencanaan jalan, yang terdiri dari :Kepala Dinas, Pejabat Teknis Eselon III,dan Pejabat Teknis
Eselon IV dilingkungan Dinas PU. Bina Marga, yang mempunyai wewenang mengambil keputusan dan kebijakan terkait
penentuan rencana konstruksi jalan, dengan hasil sebagai berikut:
1. Dari hasil
analisis menunjukkan bahwa rangking kriteria-kriteria yang dijadikan dasar
pengambilan keputusan dan kebijakan terkait penentuan rencana konstruksi jalan
adalah : Kompetensi Penyedia
Jasa/Kontraktor (51,98%), Kemampuan Dana Anggaran/Biaya(14,69%), Jenis material akan digunakan sebagai material
pondasi (basecourse) (9,92%),
MethodeKerja/Pelaksanaan (9,67%), Pengendalian dan Pengawasan(8,84%),dan terakhir Pasca Pelaksanaan konstruksi(4,90%).
2. Ditinjau dari
faktor pilihan alternatif-alternatif konstruksi jalan berdasarkan
kriteria-kriteria di atas
rangking pilihannya adalah : Laston_Urugan
Soil Cement_Lapisan
Geotextile (29,76%),
Laston_Urugan
Soil Cement (29,34%),
Laston_Urugan Agregat_Lapisan Geotextile (14,44%), CBC_Urugan deltu (13,41%), dan
terakhir Laston_Urugan Agregat(13,05%)
Kata kunci : Analytic Hierarchy Process, Konstruksi Perkerasan Jalan
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam Perencanaan infrastruktur konstruksi perkerasan jalan, baik
untuk pembangunan, rehabilitasi maupun peningkatan, Pengambilan Keputusan (Decision Making) dalam
pemilihan konstruksi perkerasan jalan tidak cukup hanya mempertimbangkan faktor-faktor
parameter perencanaan konstruksi perkerasan jalan seperti : fungsi jalan, kinerja perkerasan(pavement
performance), umur rencana, lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan jalan,sifat tanah
dasar,kondisi lingkungan, dan faktor lainnya.
Akan menjadi persoalan yang rumit dan komplek, bila pengambilan
keputusan (Decision
Making) dalam pemilihan perencanaan konstruksi perkerasan jalan, dihadapkan
pada beberapa pilihan alternatif
konstruksi jalan dan kriteria- kriteria yang harus dipertimbangkan, meskipun kriteria eksternal tersebut tidak masuk dalam variabel
parameter rumus-rumus perencanaan konstruksi jalan, dan harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan, sehingga
tujuan, kualitas dan hasil akhir dari
perencanaan dan pelaksanaan proyek peningkatan/ rehabilitasi jalan di Dinas PU. Bina Marga Kabupaten Lamongan dapat
tercapai dan diharapkan semua pihak pemangku kepentingan (Stakeholder).
1.2. Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
- Seberapa besar nilai susunan ranking Kriteria-kriteria yang akan dijadikan bahan pertimbangan pengambilan keputusan dan pemilihan konstruksi perkerasan jalan di Dinas PU. Bina Marga Kabupaten Lamongan ;
- Seberapa besar nilai susunan ranking alternatif-alternatif konstruksi perkerasan jalan yang dapat diterapkan di Dinas PU. Bina Marga Kabupaten Lamongan.
Tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah :
- Mendapatkan nilai susunan rangking kriteria-kriteria yang menjadi bahan pertimbangan dan kebijakan dalam memilih konstruksi perkerasan jalan di Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan
- Mendapatkan nilai susunan rangking alternatif konstruksi perkerasan jalan di Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan.
II. Kajian Pustaka
2.1 Analisis Sistem Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah bagian dari perencanaan yang akan
selalu dihadapi oleh setiap pengelola suatu usaha. Pihak berwenang akan memilih alternatif terbaik dari yang tersedia. Tetapi pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menentukan alternatif
yang terbaik. Untuk suatu persoalan yang sederhana
menentukan alternatif mungkin dapat dilakukan tanpa banyak mengalamai
kesulitan, tetapi untuk sistim yang kompleks diperlukan
metode tertentu untuk menghadapinya. Dalam
konsep sistim tersedia metodologi untuk menghadapi persoalan di atas, yaitu analisis sistim yang pada
garis besarnya adalah menganalisis dan memecahkan masalah pengambilan keputusan
dengan memilih alternatif yang terbaik, dengan
melihat sumber daya yang diperlukan dibandingkan manfaat yang akan diperoleh, termasuk pengkajian resiko yang mungkin dihadapi. Pemilihan di atas dilakukan dengan simulasi, atau
metode matematis yang lain sebelum memberi kesimpulan dan mengambil keputusan
berdasarkan judgment (penilaian)
atas dasar pengalaman. (Soeharto Imam,1995).
Analisis sistem adalah proses
mempelajari suatu kegiatan, lazimnya
dengan cara-cara matematis, untuk
menentukan (mengambil keputusan) tujuan, kemudian
menyusun prosedur operasi dalam rangka mencapai tujuan tersebut secara efisien. Dalam perkembangan selanjutnya, analisis
sistem ini tidak hanya menggunakan cara matematis tetapi juga non matematis. Untuk membantu dan memudahkan pengambilan keputusan, analisis system acap kali mempergunakan model. Model ini dapat berbentuk fisik, formulasi
matematika, atau program komputer. Proses analisis system terdiri dari
dari beberapa tahap, yaitu formulasi, penelitian, analisis/kesimpulan, dan verifikasi, seperti terlihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 : Proses Analisis Sistem
Sumber :Imam Suharto (1995)
Pada tahap pertama, adalah
formulasi atau merumuskan ide yang timbul. Awal
dari ide tersebut dapat berupa konsep, kemudian
dikembangkan dengan member-kan penjelasan
perihal tujuan,lingkup, resiko dan lain-lain. Tahap berikutnya adalah penelitian yang mengumpulkan dan
mempelajari data dan informasi perihal gagasan tersebut. Pada tahap ini komponen sistem dan hubungan diantaranya
diidentifikasi, kemudian sumber daya yang diperlukan
dan antisipasi hambatan yang mungkin timbul diperkirakan. Selanjutnya, alternatif untuk mencapai tujuan yang dimaksud disajikan.
Periode selanjutnya, adalah tahap analisis yang membuahkan
kesimpulan. Pada tahap ini umumnya dibuat model
untuk membandingkan alternatif-alternatif, yang hasilnya diajukan kepada yang
berwenang untuk diambil keputusan. Tahap
akhir adalah verifikasi, disini kesimpulan yang telah diambil diuji coba dalam
praktek atau penggunaannya secara nyata, dengan demikian akan diketahui
kebenaran atau kekurangan kesimpulan yang telah diambil.
Dari proses diatas terlihat bahwa metode analisis sistem relatif
memerlukan waktu untuk menyelesaikan langkah- langkah yang diperlukan sebelum
sampai kepada suatu kesimpulan,tetapi menyajikan suatu cara yang logis dan
konsisten.Oleh karena itu, apabila yang dihadapi adalah pemilihan berbagai
macam alternatif,maka metode ini dapat menghasilkan keputusan yang lebih akurat
dibandingkan pertim-bangan
yang bersifat intuitif/pengalaman.
2.2. Dasar Teori
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Jalan
Perencanaan tebal perkerasan jalan baru, peningkatan maupun rehabilitasi jalan umumnya dapat dibedakan atas
2 metode yaitu:
- Metode empiris, metode ini dikembang-kan berdasarkan pengalaman dan penelitian dari jalan-jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau dari jalan yang sudah ada.
- Metode teoritis, metode ini dikembang-kan berdasarkan teori matematis dari sifat tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan akibat beban berulang dari lalu lintas.
Perencanaan tebal perkerasan dengan metode empiris sebaiknya
dilakukan tidak hanya menggunakan satu metode saja tetapi beberapa metode.Hasil
perencanaan akhir diperoleh dari hasil studi perbandingan dengan memperhatikan biaya konstruksi awal, life
cicle cost, pemeliharaan, tenaga kerja, kemungkinan tersedia material yang
diperlukan, asumsi yang diambil pada setiap
metode, dan kondisi lingkungan.
Dalam penelitian ini untuk perencanaan tebal perkerasan jalan
digunakan 3 (tiga) metode empiris yaitu Metode
Analisa Komponen SKBI. 2.3.26.1987 UDC:625.73, Metode Giroud-Han dari USA,
Tahun 2004, dan Metode Analisa ZTVE StB
dari Jerman, Tahun 1994
2.2.1. Metode Analisa
Komponen SKBI. 2.3.26.1987 UDC:625.73
Metode Analisa Komponen SKBI.2.3.36.1987 UDT : 625.73 merupakan
metode yang bersumber dari dari metode AASHTO’72
dan modifikasi sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia dan merupakan
penyempurnaan dari Buku Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
No.01/PD /B/1983. Dengan demikian rumus dasar metode ini diambil dari rumus –
rumus dasar metode AASHTO’72 revisi 1982. Adapun
prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan sebagai mana ditunjukkan di dalam gambar
2.2
2.2.2. Metode Giroud -
Han dari USA, Tahun 2004
Metode
Giroud – Han ( USA)/2004, ini merupakan
metode yang bersumber dari The American
Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical and Geoenvironmental
Engineering, edisi Agustus Tahun 2004.Yang dipublikasikan lagi dengan
judul Subgrade Improvement for Paved and Unpaved Surfaces Using Geogrids oleh
Stephen Archer, PE edisi Oktober 2008. Didalam
perencanaan konstruksi perkerasan jalan dengan metode ini merupakan
pengembangan dari metode sebelumnya yaitu metode: Giroud dan Noiray (1981)
dan Giroud et al. ( 1985)., dimana dalam metode ini dikembangkan tentang
penggunaan geosynthetic,
untuk perbaikan subgrade/ tanah dasar sebagai pondasi konstruksi jalan.
Metode
ini dipergunakan untuk Perumusan
teori Disain lapisan konstruksi perkesaran jalan dengan geosynthetic,
ditemukan oleh , J.P. Giroud, Ph.D.,
dan Jie Han, Ph.D., yang diterbitkan The
American Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical and
Geoenvironmental Engineering, edisi Agustus Tahun 2004.
Rumus berikut digunakan
untuk memperkirakan ketebalan lapisan pondasi base course yang diperlukan
( h) untuk serviceability guna mendukung tanah dasar akibat beban kendaraan. Di dalam
penggunaan rumus ini, pihak perencana
dapat menghitung ketebalan lapisan base
course dengan ketebalan ( h):
Rumus : Giroud-Han(2004)
Sumber : The American Society
of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical and Geoenvironmental
Engineering, edisi Agustus Tahun 2004.
dimana :
‘h = Ketebalan lapisan base course (m)
J = Stabilitas Modulus Geogrid ( m – N/degree)
N = Jumlah kendaraan sumbu terberat
P = Beban Kendaraan ( kN)
‘r = Luas bidang sentuh roda kendaraan (m)
CBRsg
= California bearing ratio
(CBR) subgrade soil
CBRbc
= CBR base course
s =
tebal minimum urugan base course (102mm)
fs = factor equal 75 mm
fc = factor equal
30 kPa
Nc = bearing capacity factor, dimana
Nc =
3.14 dan J = 0 untuk unreinforced
base course; Nc = 5.14
J = 0
untuk geotextile-reinforced base course; Nc = 5.71
J =0.32 m-N/degree untuk Tensar
BX1100-reinforced base course;
Nc = 5.71
J = 0.65 m-N/degree untuk Tensar BX1200-
reinforced base course.
2.2.3. Metode ZTVE StB dari Jerman , Tahun 1994
Metode
ZTVE StB( Jerman)/1994, ini merupakan metode yang bersumber dari terjemahan Artikel
langsung dari paper yang diterbitkan
dengan judul ‘Dimensionierung von Oberbauten
von VerkehrsflƤchen unter Einsatz von multifunktionalen Geogrids zur
Stabilisierung des Untergrundes’ yang
diperkenalkan di konferensi on geosynthetics ‘Kunststoffe in
der Geotechnik’, di Technical University Munich, March 1999. Dimuat lagi dalam Jurnal Teknologi dengan judul Design methods for roads reinforced with
multifunctional geogrid composites for subbase stabilization oleh N. Meyer, Fachhochschule Frankfurt am Main,
Germany, dan J.M. Elias, Colbond Geosynthetics, Arnhem, the Netherlands, dimana dalam metode
ini dikembangkan tentang penggunaan geosynthetic,
untuk perbaikan subgrade/tanah dasar sebagai pondasi konstruksi jalan,
sekaligus perhitungan angka keamanan (safety
factor), terhadap hasil perencanaan perhitungan tebal perkerasan konstruksi
jalan. Untuk
mendisain konstruksi lapisan permukaan jalan
di Jerman menggunakan
metode/program standar RSTO 86/89. Desain jalan pada umumnya menggunakan
konstruksi beberapa lapisan dengan ketebalan berbeda, total ketebalan lapisan
konstruksi jalan dihitung keseluruhan
dalam metode ini, tetapi lapisan permukaan tidak mempunyai pengaruh
terhadap bearing kapasitas, dan hanya berfungsi untuk menyebar beban. (mekanismenya dapat dilihat digambar 2.12).
Gambar 2.3. Situasi Gaya dan Tekanan Pada Lapisan Konstruksi Perkerasan Jalan
Sumber : The American Society of Civil Engineers
(ASCE) Journal of Geotechnical and
GeoenvironmentalEngineering(2004)
Lapisan bagian atas menyangkut total struktur jalan elastis, yang dianggap sebagai
isotropis dan berfungsi menyebarkan beban roda. Tidak punya pengaruh terhadap bearing kapasitas (daya dukung). Konstruksi lapisan
permukaan dihitung menggunakan aspal. Dalam hal ini beban disebarkan ke semua arah
sudut, sebagai
lapisan atas (top layer) dan memiliki
density tinggi. Untuk
mengecek apakah struktur sudah kuat/stabil secara keseluruhan sesuai umur rencana jalan, bearing capacity (kapasitas daya dukung) maksimum urugan lapisan badan jalan dan
daya dukung tanah dasar (sub
soil harus dihitung dan harus dibandingkan dengan kondisi tekanan( stresses) kenyataan.
Faktor keamanan (FS) untuk mengecek kesetabilan adalah:
dimana :
Pf = Tekanan
pada lapisan urugan (base course)
Py = Daya
dukung lapisan urugan(base course)
Pe,s = Total
tekanan pada lapisan tanah dasar
Pu = Daya
dukung tanah dasar
Faktor Safety. 1(FS 1)
·
Metode desain mengasumsikan
lapisan permukaan elastis, yang tidak mempunyai efek pada kekakuan total struktur. Dalam kenyataan dilapangan tentu saja
permukaan jalan (surface)
memberikan kekuatan tambahan
·
Compaction (pemadatan) lapisan base course (fill) yang berisi butiran kerikil kecil mungkin dapat
menaikkan nilai daya dukung urugan sampai batas maksimum, dan terbatas atau
tidak ada settlement urugan
Faktor Safety. 2 (FS 2)
Selama umur rencana konstruksi jalan, persamaan differensial setlemen boleh terjadi dilapisan subsoil (tanah
dasar) yang memiliki nilai CBR rendah, dan akibat beban dynamic roda kendaraan.
Geogrid dapat menaikkan nilai daya dukung
tanah dasar, dan mengurangi settelmen, mekanisme kegagalan yang paling
kritis. Karenanya harus memiiki faktor keselamatan lebih
tinggi.
Catatan:
Untuk memberi nilai – nilai FS 1 dan FS sesuai tingkat keamanan .Mereka
berpedoman pengalaman dan refrensi lain
dan boleh juga sesuai dengan pilihan
factor keamanan para perencana masing – masing, para perancang boleh
memilih untuk mengadopsi factor keselamatan tergantung penerapan standar baku di negara–negara masing-masing.
2.2.4. Panduan Analisa Harga Satuan No.008/BM/2008 oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum tahun 2008
Panduan analisa harga satuan(PAHS) merupakan buku panduan dalam
pembuatan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) atau Owner’s Estimate bagi unsur
pelaksana pengadaan jasa konstruksi.
Analisa harga satuan ini menguraikan suatu perhitungan harga satuan
bahan dan pekerjaan yang secara teknis dirinci secara detail berdasarkan suatu
metode kerja dan asumsi-asumsi yang sesuai dengan yang diuraikan dalam suatu
spesifikasi teknis, gambar disain dan komponen harga
satuan, baik untuk kegiatan rehabilitasi/ pemeliharaan, maupun peningkatan jalan dan jembatan
2.2.5. Metode Analytical Hierarchy Process(AHP)
Analytical
Hierarchy Process(AHP) merupakan metode yang dikembangkan oleh
Prof.Thomas L.Saaty dan dipublikasikan pada tahun 1980 dapat memecahkan masalah
yang komplek, dimana kriteria dan alternatif yang
diambil cukup banyak. Juga kompleksitas ini disebabkan oleh
struktur masalah yang belum jelas.
Metode AHP adalah suatu
teknik pengambilan keputusan yang memasukkan kriteria ganda baik yang bersifat
nyata maupun tidak nyata, kuantitatif maupun kualitatif yang
memperhitungkan juga adanya konflik ataupun perbedaan-perbedaan pendapat. Aplikasi AHP telah meluas dan tidak saja digunakan dalam bidang
teknik, manajemen , dan bisnis.AHP juga mulai dikenal oleh para analis yang
umumnya memberikan support bagi
pemerintah dalam penentuan kebijakannya.
Kelebihan metode Analytical
Hierarchy Process dibandingkan metode lainnya adalah :
- Dapat menentukan prioritas kebijakan tidak hanya dengan penilaian kuantutatif, tetapi juga dengan penilaian kualitatif;
- Mengurangi ambiguitas tujuan dan mengurangi potensi konflik antara tujuan ,spesifikasi , dan target;
- Dapat mengidentifikasi tujuan tersem-bunyi yang mungkin bertentangan satu sama lain dengan menampakkan bobot dari masing-masing kriteria;
- Dapat mengidentifikasi kriteria yang digunakan dalam beberapa tingkat;
- Mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap penilaian kriteria;
- Mempunyai analisa konsistensi sehingga penilaian yang tidak konsisten dapat dieliminer hingga sampai rasio yang ditolelir (10 %).
III. Metode Penelitian
3.1. Rancangan
Penelitian
Adapun kerangka pemikiran yang melandasi konseptual dalam
penelitian ini berdasarkan dokumentasi, pengamatan
dari hasil kajian pustaka secara teori dan fakta yang bermanfaat sebagai alur
pemikiran sistim analisis keputusan
dalam pemilihan konstruksi perkerasan jalan.
3.4. Subyek
Penelitian
Subyek
penelitian untuk metode Analitychal Hierarchy Process
(AHP) ini dari responden yang memiliki latar belakang pendidikan teknik
sipil,yang diambil dari Kepala Dinas, Pejabat Teknis Eselon III, dan Pejabat
Teknis Eselon IV di Lingkungan Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan yang
mempunyai kewenangan, dan kebijakan mengambil keputusan dalam hal
menentukan Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan yang akan diterapkan,
penentuan dilakukan penyebaran kuesioner
AHP pada responden. Pemilihan responden Pejabat Eselon
didasarkan atas beberapa hal, yaitu
:
- Responden yang mengerti dan pengalaman tentang permasalahan teknis perencanaan konstruksi perkerasan jalan.
- Responden yang mengerti atau paham mengenai kondisi Jalan di Kabupaten Lamongan.
- Responden yang berpengaruh pada kebijakan untuk menentukan jenis konstruksi perkerasan jalan di Kabupaten Lamongan
3.4. Kerangka
Konseptual
Pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan harus selalu
memperhatikan kompleksitas kriteria-kriteria dan pilihan alternatif-alternatif
konstruksi jalan yang akan diterapkan pada perencanaan. Hal ini menyebabkan adanya kecenderungan semakin rumitnya persoalan
yang harus dikaji dan diselesaikan terkait dengan pemilihan jenis konstruksi
perkerasan jalan.
Dalam kondisi demikian,solusi yang ideal dapat diperoleh dengan
melakukan kajian antar kriteria
untuk mendapatkan tujuan terbaik yang masih diterima oleh pengambilan
keputusan(decision maker). Untuk
itu diperlukan suatu strategi dan prosedur yang sistimatis untuk analisis dan
evaluasi berbagai alternatif penyelesaian persoalan yang mungkin dapat
ditempuh.
Proses pengambilan keputusan merupakan proses penyelesain masalah
terkait dengan upaya pemilihan beberapa alternative pada cakupan pertimbangan
criteria yang kompleks.Proses ini dimulai dengan identifikasi persoalan secara
runtut. Selanjutnya adalah menetapkan
kategori dan melakukan kuantifikasi tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang telah ditetapkan akan menentukan langkah atau tindakan
untuk memperoleh penyelesaian persoalan.
Salah satu metode dalam pengambilan keputusan adalah analytical hierarchy process yang
disingkat AHP.Metode AHP ini berperan dalam
menstrukturkan kriteria -kriteria yang ada untuk suatu masalah
pengambilan keputusan dengan banyak kriteria. Pengambilan keputusan perlu menentukan tingkat kepentingan antara
kriteria-kriteria yang ada dengan memban-dingkan semua kombinasi kriteria yang mungkin. Selanjutnya disusun suatu matrik hubungan relatif nilai kepentingan dari kriteria-kriteria yang ada. Selanjutnya urutan prioritas/rangking dari kriteria dapat disusun
dengan mencari eigenvektor matrik
tersebut.
Tiap alternatif diuji konsekuensi- konsekuensi (outcomes)
yang ditimbulkan kemudian dinilai dengan masing-masing kriteria. Sehingga
tiap alternatif mempunyai nilai untuk semua kriteria.
Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan bobot kriteria tersebut dari hasil
analisis eigen vektormatriks hubungan
relatif nilai kepentingan diatas. Jumlah
nilai setelah perkalian ini adalah nilai akhir alternatif tindakan tersebut. Pengambilan
keputusan selanjutnya memilih alternatif tindakan yang paling tinggi nilainya.
3.3.1. Kriteria-kriteria
Pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan
Adapun
kriteria-kriteria yang diguna-kan
sebagai bahan pertimbangan pengam-bilan
keputusan ini merupakan hasil dari observasi, interview/wawancara langsung dengan pihak Kepala Dinas, Pejabat Eselon III, dan Pejabat Eselon
IV, maupun staf teknis di Lingkungan Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan, adalah sebagai berikut:
1.
Kriteria Kompetensi Penyedia Jasa/ Kontraktor
2. Kriteria Jenis material alam yang akan
digunakan sebagai material konstruksi jalan
3. Kriteria Kemampuan Dana Anggaran/ Biaya Pemerintah Daerah Kab. Lamongan;
4. Kriteria Methode Pelaksanaan
5. Kriteria Pengendalian dan Pengawasan
6. Kriteria Pasca Pelaksanaan konstruksi
3.3.2. Alternatif-Alternatif
jenis konstruksi perkerasan jalan
Berikut
ini adalah alternatif-alternatif jenis konstruksi perkerasan jalan yang dapat
dipilih oleh pengambil keputusan dan kebijakan
yang dapat diterapkan di Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan.
1. Konstruksi Laston - Agregat A - Agregat B;
2. Konstruksi Laston - Deltu+ Semen(Soil Cement);
3. Konstruksi Beton(CBC) - Deltu;
4. Konstruksi Laston - Agregat B - Geotextile;
5. Konstruksi Laston - Deltu+
Semen(Soil Cement) -
Geotextile;
Sedangkan
untuk perhitungan biaya menggunakan Panduan analisa harga satuan No.008/BM/2008
oleh Direktorat Jenderal Bina Marga.
3.4. Pembuatan
Struktur Hierarki Model AHP
Tingkat /hirarki pemilihan jenis konstruksi adalah ukuran kualitatif untuk menentukan
pilihan terbaik alternatif konstruksi jalan berdasarkan pertimbangan
kriteria-kriteria yang ada di Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan
Tujuan akhir desain pengambilan keputusan dan kebijakan adalah
ingin menghasilkan keputusan yang terbaik dalam hal pemilihan jenis konstruksi
perkerasan jalan berdasarkan kriteria dan pertimbangan dari para pengambilan
keputusan dan kebijakan di Dinas PU. Bina Marga Kabupaten Lamongan.
IV.
Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1. Pembobotan
Berpasangan (Pairwise Comparison)
Bobot
masing-masing level kriteria didapat dari kuesioner yang diisi oleh responden yang memiliki latar belakang pendidikan
teknis sipil dan berpengalaman dibidangnya, terdiri dari :Kepala Dinas PU. Kab.
Lamongan , Pejabat Teknis Eselon III, dan Pejabat Teknis Eselon IV di Lingkungan Dinas PU. Bina Marga
Kab. Lamongan yang mempunyai kewenangan, dan kebijakan mengambil keputusan
dalam hal menentukan Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan yang akan
diterapkan, penentuan dilakukan penyebaran kuesioner AHP pada
responden. Jumlah responden sebanyak 7 responden. Nilai yang dipakai dalam pembobotan berpasangan ini adalah nilai
rata-rata geometri responden yang dibulatkan ke atas.
Sebagai contoh perhitungan, perbandingan berpasangan matriks pada level kriteria yang didapatkan dari hasil survei adalah skala nilai perbandingan berpasangan berdasarkan goal sebagai berikut: Jika nilai elemen yang dibandingkan sangatdekat satu sama lain, penggunaan skala 1.1, 1.2 hingga 1.9 dapat digunakan.
Tabel 4.1 Contoh
Matrix Perbandingan Pasangan Hasil Survei
Goal
|
Kompetensi kontraktor
|
Material pondasi
|
Biaya
|
Metode Kerja
|
Pengawasan
|
Pasca konstruksi
|
Kompetensi kontraktor
|
1
|
9
|
9
|
7
|
7
|
9
|
Material pondasi
|
1/9
|
1
|
1
|
1/2
|
1/3
|
2
|
Biaya
|
1/9
|
1
|
1
|
2
|
1/3
|
3
|
Metode Kerja
|
1/7
|
2
|
½
|
1
|
1
|
4
|
Pengawasan
|
1/7
|
3
|
3
|
1
|
1
|
2
|
Pasca konstruksi
|
1/9
|
1/2
|
1/3
|
¼
|
½
|
1
|
Jumlah
|
1,61
|
16,50
|
14,83
|
11,75.
|
10,16
|
21,00
|
Jumlah pertanyaan perbandingan berpasangan adalah n(n-1)/2 karena saling berbalikan dan diagonalnya selalu bernilai satu. Responden yang jawabannya tertera pada tabel 4.1 menyatakan bahwa faktor-faktor untuk memilih kompetensi kontraktor sangat penting dibandingkan Jenis pondasi(base course)
Kepentingan
relatif dari tiap faktor dari setiap baris dari matrik dapat dinyatakan sebagai
bobot relatif yang dinormalkan (normalized
relative weight). Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot
nilai relatif untuk masing-masing
faktor pada setiap kolom, dengan membandingkan masing-masing nilai skala dengan jumlah kolomnya. Eigenvektor
utama yang dinormalkan (normalized
principaleigen vector) adalah identik dengan menormalkan kolom-kolom dalam
matrix perbandingan berpasangan. Ini merupakan bobot nilai rata-rata secara
keseluruhan, yang diperoleh dari rata-rata bobot relatif yang dinormalkan
masing-masing faktor pada setiap barisnya.Sebagai contoh, bobot relatif yang
dinormalkan dari faktor kompetensi kontraktor terhadap biaya dalam tabel 4.1
adalah 9/14,83=0.606, sedangkan bobot relatif yang dinormalkan untuk faktor metode kerja terhadap pengawasan dan pengendalian adalah 1/10,16
=0,098. Tabel 4.2 merupakan hasil perhitungan bobot relatif yang dinormalkan
dari contoh tabel 4.1. Eigen vektor
utama yang tertera pada kolom terakhir tabel 4.2 didapat dengan merata rata bobot
relatif yang dinormalkan pada setiap baris.
Tabel 4.2 : Contoh Bobot Relatif dan Eigen Vektor Utama dari Level kriteria
Goal
|
Kompetensi kontraktor
|
Material pondasi
|
Biaya
|
Metode Kerja
|
Penga-wasan
|
Pasca
kon-struk-si
|
Eigen-vector Utama
|
Kompetensi
kontraktor
|
0,617
|
0,545
|
0,0674
|
0,5957
|
0,6885
|
0,4286
|
0,5804
|
Material
pondasi
|
0,068
|
0,0606
|
0,0674
|
0,0426
|
0,328
|
0,0952
|
0,0612
|
Biaya
|
0,068
|
0,0606
|
0,0337
|
0,1702
|
0,0328
|
0,1429
|
0,0904
|
Metode
Kerja
|
0,0882
|
0,1212
|
0,2022
|
0,0851
|
0,0984
|
0,1905
|
0,1028
|
Pengawasan
|
0,0882
|
0,1818
|
0,0225
|
0,0851
|
0,0984
|
0,0952
|
0,1252
|
Pasca
konstruksi
|
0,068
|
0,0303
|
0,0225
|
0,0213
|
0,0492
|
0,0478
|
0,0399
|
Jumlah
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
Eigenvektor utama
merupakan bobot rasio dari masing-masing faktor. Pada contoh di tabel
4.2,responden tersebut menilai faktor kompetensi kontraktor sebagai faktor
utama, pengawasan,metode kerja,biaya,material alam dan pasca konstruksi.
Baginya, faktor kompetensi kontraktor adalah 58,04/9,04 = 6,419 kali lebih
penting dari factor biaya, dan faktor metode kerja 10,28/3,99 =2,576 kali lebih
penting dari pasca konstruksi.
4.2. Konsistensi AHP
Jika
aij mewakili derajat kepentingan faktor
terhadap faktor j dan ajk menyatakan kepentingan
dari faktor j terhadap faktor k, maka
agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan
dari faktor i terhadap faktor k harussama dengan aij.ajk atau jika aij.ajk =
aik untuksemua i,j,k maka matrix tersebut konsisten. Permasalahan didalam pengukuran pendapat manusia, konsistensi tidak dapat dipaksakan. Jika A>B (misalnya 2 > 1) dan C>B (misalnya3>1), tidak
dapat dipaksakan bahwa C>A denganangka 6>1 meskipun hal itu konsisten. Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu
sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada
ketidak konsistensi jawaban yang diberikan responden.Namun, terlalu banyak
ketidakkonsistensi juga tidak
diinginkan. Pengulangan wawancara padasejumlah responden yang sama kadang diperlukan
apabila derajat tidak konsistennya besar. Saat [4] telah membuktikan bahwa indekkonsistensi dari matrik
berordo n dapat diperoleh dengan rumus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar